Allah Maha Kaya part 2

SMA Negeri dengan lingkup pergaulan teman-temannya yang kebanyakan orang kaya, terkadang sedikit mengganggunya. Namun Allah Yang Maha Adil, memberi teman-teman yang entah kenapa selalu sangat baik mentraktirnya ke tempat makan-tempat makan tertentu sepulang sekolah. Kelas  dua belas SMA, disaat 99% teman sekelasnya mengikuti bimbel sebagai persiapan ujian nasional dan snmptn, Asa harus menahan keinginannya mati-matian karena dia sadar diri dengan kondisi keuangan keluarganya yang tidak memungkinkan. Terkadang Asa merutuki teman-temannya yang dengan mudahnya bolos bimbel dengan alasan malas dan capek. Ingin rasanya saat itu Asa bertukar tempat dengan temannya. Sekali lagi Maha Adilnya Allah, Asa mendapat guru matematika yang super baik yang mengizinkannya setiap jam istirahat menghabiskan waktu di ruangannya untuk menjawab soal-soal yang tak bisa diselesaikannya sendiri. 

Asa sibuk merancang strategi belajar sendiri demi mencapai mimpi-mimpinya. Bangun pukul 02.00 dini hari, sholat tahajud dan kemudian belajar hingga shubuh, bersiap berangkat sekolah, Menghabiskan waktu istirahat dengan menyelesaikan soal-soal dan berdiskusi, menyelesaikan target 30 soal perhari. Untuk Asa yang saat kelas sepuluh dan sebelas tak pernah belajar, hanya sibuk main dan berorganisasi, ini adalah kemajuan besar untuknya. Perlahan dia meninggalkan dunia organisasinya dan memancang tekad untuk fokus belajar mengejar mimpinya. Tak seperti itu ternyata, dia tercebur dalam kepanitiaan buku tahunan, lagi-lagi dia cukup sibuk untuk terbiasa lagi pulang malam ke rumah.  Namun setidaknya Asa sudah punya waktu belajar rutin saat dini hari dan waktu istirahat di sekolah. Lulus SMA, Asa bekerja part time di salah satu taman bacaan sebagai tenaga administrasi, sembari menunggu pengumuman kelulusan dan seleksi masuk PTN.

Saat pengumuman hasil ujian masuk PTN. 
 Asa tidak berhasil masuk PTN impiannya. Awalnya, Asa sama sekali tak bersemangat melanjutkan kuliahnya. Ya, mimpi untuk menjadi mahasiswa di perguruan tinggi terbaik itu begitu mengangkasa. Dan harus terhempas oleh realita. Asa hanya diam membaca pengumuman ketidaklulusannya. Kemudian tersenyum pahit. Sebagaimana biasa reaksi Asa. Asa tak menangis di depan mereka. Asa mencoba mengusir semua mimpinya. Mencoba berlaku seperti biasanya. Membantu Ibu, bermain dengan adik. Ya, berlaku normal seperti yg biasa Asa lakukan.

Tapi ketika tak ada seorang pun yang melihat, malam-malam itu begitu menyiksanya. Asa terbangun dari tidur dengan mata basah. Asa menangis. Salahkah? Asa merasa usahanya sudah sangat maksimal. Asa juga tak lupa beribadah, meminta kepadaNya. Asa lupa satu hal. Bahwa, Allah Yang Maha Baik memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yg kita inginkan.

Asa ingin menghafal Quran dan memilih melanjutkan mimpinya di tahun berikutnya. Juga Asa ingin bekerja membantu Ibu mencari uang. Itu hal yang segera terlintas di benak Asa menghadapi realita yg terjadi.

Ibu tidak setuju. Ibu menyuruh Asa kuliah di PTN lain yang menerimanya. Akhirnya Asa menuruti perintah Ibu untuk melanjutkan kuliah di PTN yang menerimanya. Namun, awal mula pendaftaran, Asa semakin ragu. Pasalnya belum ada biaya untuk mendaftar. Di hari terakhir batas pembayaran, uang yang ada masih belum mencukupi. Asa pasrah. Namun, tiba-tiba siang hari, seorang kakak kelas di kampus, yang baru dikenalnya saat awal daftar ulang menelpon dan menanyakan keadaan Asa. Ya, Asa memang sempat mengajukan masalahnya pada advokasi BEM. Bersyukurlah, kakak kelas itu menelpon dan memberitahukan bahwa batas pembayaran diundur dan Asa bisa memperoleh pinjaman NADI (Dana Pendidikan) untuk biaya masuk kuliah. Tidak hanya itu Asa juga direkomendasikan untuk mendaftar beasiswa Bidik Misi. Syukur tak terhingga, Asa lolos beasiswa Bidik Misi, dan untuk pertama kalinya dalam masa studinya. Asa tak khawatir dengan biaya yang harus dibayar. Asa fokus kuliah. ikut berbagai organisasi di kampus, dan juga mengikuti berbagai event perlombaan.

Selain kulian, berorganisasi, dan mengikuti perlombaan, Asa juga melakukan kerja part time sebagai tenaga pengajar di salah satu bimbingan belajar. Akhir pekan Asa isi dengan menjadi guru privat. Saya anak pertama dan memiliki adik banyak. Saya harus bisa membantu orangtua saya. Begitu tekad yang Asa bangun. Terkadang Asa pernah iri dengan teman  yang hanya memiliki fokus kehidupan di kampus. Bisa fokus belajar, berorganisasi, bergaul, dan sebagainya. Asa juga pernah lelah dengan padatnya jadwal yang saya miliki. Namun satu hal yang selalu Asa percaya. Allah tidak akan memberi masalah kepada hambaNya di luar kemampuannya. Berarti Allah tahu Asa cukup kuat melewati ini semua. Ya, dengan berbagai masalah yang ada setidaknya membentuk karakter Asa sebagai sosok yang mandiri.

Ya, Asa percaya satu hal. Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Rizki. Asa berhasil lulus kuliah dengan gelar sarjana, tinggal di asrama untuk menghafal Quran, sesuatu yang Asa idam-idamkan sejak dulu, bekerja dengan pekerjaan yang Asa sukai dan tidak memakan waktu banyak, dan juga mendapatkan kesempatan melanjutkan studi dengan beasiswa. 

Asa punya mimpi untuk menjadi orang kaya. Bukan sekedar kaya dengan jumlah harta melimpah. Setidaknya Asa bebas dari masalah finansial. Bukan untuk hidup bermewah-mewahan, juga bukan supaya dihormati orang banyak. Bukan itu. Asa hanya tidak ingin waktu Asa hanya terfokus untuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara begitu banyak ilmu yang ingin Asa pelajari. Asa juga tidak ingin melihat Ibu capek terus menerus berjualan, Asa juga tidak mau terus menerus berhutang untuk memenuhi kebutuhan yang kadang suka datang mendadak. Asa juga ingin, bisa berkontribusi lebih untuk dakwah dalam hal pendanaan. Asa sedih dengan ketidakmampuan Asa ketika ada orang yang mebutuhkan uang dan Asa tidak bisa memenuhinya.  
Bismillah,. Semangaaat

Komentar

Postingan Populer