tentang media dan sebuah prinsip

Sedikit bercerita.
Sejak kecil, rumahku steril dari pengaruh negatif media. Ya, dengan ketegasan Ibuku dalam menyortir media yang layak untuk dikonsumsi anaknya. Tidak ada musik, sinetron, film, gosip, talkshow, atau apa pun itu. Hanya ada berita dan kartun. Untuk media televisi. Buku lain lagi. Tidak boleh sama sekali mengandung unsur cinta-cintaan semacam teenlit ataupun komik serial cantik.

Aku pernah berontak tentunya. Di sekolah dan di kamar aku seringkali melanggar aturan ibu. Membaca buku terlarang yang sedang ngetrend dalam lingkungan pergaulan masa SMPku. Lulus kuliah, aku tidak tinggal di rumah. Fasilitas laptop yang Ayah belikan untuk keperluan kuliah, kusalahgunakan. Aku meng-copy banyak film-film yang katanya bagus semacam film holywood dan drama korea. Dengan mudahnya aku bisa berjam-jam menghabiskan waktuku menonton film tersebut. Bersama teman-teman sekosan ku.

Aku juga mulai mengenal dan mengoleksi musik dalam laptop dan hp. Waktu itu alasan yang kubuat untuk diriku, aku ingin belajar listening bahasa ingris. Sehingga, aku menghilangkan rasa bersalahku dengannya.

Semester empat, aku mengikuti program asrama Quran selama dua bulan masa liburan. Bodohnya aku, bertemu dengan berbagai orang baru dan aneka koleksi mereka di laptop, membuat koleksi filmku bertambah. Aku bahkan pernah nekad menonton film saat di asrama. Seorang kakak pembimbing menegurku dan berkata, "Kalau mau nonton film jangan di tempat ini. Terserah kamu mau nonton film atau tidak. Yang jelas, ini bukan tempat untuk menonton. Ini tempat menghafal Quran. Tolong hargai."
Deg. Aku sedikit sakit hati mendengarnya. Ya, aku bukannya merasa bersalah dengan sikapku justru malah sakit hati dengan sang kakak. Kacau sekali.

Beberapa hari berlalu. Aku mimpi buruk. Seakan malaikat maut akan menjemputku. Aku tak siap. Mengingat hp ku penuh dengan koleksi musik. Aku akan mati dengan koleksi musik di hpku. Tidaak. Aku terbangun. Gugup. Kuraih hp dan kuhapus semua koleksi musik yang kumiliki. Lega rasanya.

Hari-hari berikutnya, aku justru menyesal dengan tindakanku. Aku tak lagi bisa mendengar lagu kesayanganku. Tanpa berfikir panjang aku kembali memasukkan koleksi musik ku dari laptop ke dalam hp.

Pasca liburan, aku kembali tinggal di kos. Aku kembali larut dalam film dan musik yg pada setiap waktu senggangku. Dan aku sadar betul itu semua membuatku lalai. Sama sekali tak terbangun niatku untuk mempelajari shiroh, fiqh, dan lainnya.

Lulus kuliah, aku memutuskan fokus  menghafal Quran. Aku tinggal di asrama Quran. Rasanya mimpi-mimpiku sudah tergadaikan dengan dunia yg kumasuki.
Namun ada satu hal yg harus kubereskan sebelum memulai menghafal. Aku mulai membangun rules yg tegas untuk diriku. Aku menghapus semua musik dan film yg kumiliki, baik yg trtsimpan d laptop ataupun hp. Aku berjanji tdk akan sengja membuang waktuku untuk itu. Aku punya byk hutang ilmu agama yg hrus kupelajari.

Dulu aku sempat berfikir tindakn yg ibu lakukn berlebihan untukku. Tp skrg aku berfikir pnjang. Ibu berhasil mengamankn masa golden age ku dr pengaruh negatif media. Ibu  berhasil membuatku merasa bersalah dgn komsumsi film dn musik yg dulu diam-diam kulakukan. Ibu berhasil menanamkn nilai2 dn kecintaanku pd media yg bermutu, terutama buku. Ibu berhasil membentuk nilai dn prinsip hidup yg kuyakini hingga saat ini.

Banyak orang sibuk berdebat ttg hukum musik dn film. Aku dlu sempat brfikir bhwa yg kulakukan bkn maksiat. Tp aku berfikir ulang. Seandainya tiba-tiba aku meninggal dlm keadaan mndgr musik dn menonton film, do i want,,?

Tidak. Aku tidak mau. Dan aku tidak tahu sampai kapan Allah memberiku batas waktu kehidupan. Sehingga aku akan berusaha meninggalkan semua itu. Aku tdk tahu smpai kpn aku bs memegang teguh prinsip yg kuanut. Setidaknya ini skedar cttan yg bs kutengok suatu saat nanti

Dan aku tak pernah berhenti berharap suatu saat nanti aku akan bisa menerapkan prinsip-prinsip itu dalam keluarga yg kubangun kelak. Semoga.

Komentar

Postingan Populer