Episode Kuningan

Hari masih pagi. Jam menunjukkan pukul 06.00.  Ya, hari ini aku akan pulang ke depok setelah menghabiskan tiga hari membersamai adikku di pesantrennya, Ponpes Husnul Khotimah yang terletak di Kuningan, menemaninya belajar menghadapi Ujian Nasional.

Bapak-bapak tukang ojek duduk berkumpul di pangkalan mereka.
Mulutnya sesekali mengisap rokok.
Sambil ngobrol ngalor ngidul dengan tawa keras yang terdengar.  Aku melewati pangkalan mereka dengan agak takut.

Dan mau tidak mau aku harus duduk menunggu bus di depan pangkalan mereka. Kusapa seorang ibu-ibu yang juga sedang duduk.
"Ibu, maaf, bus yang ke depok sudah lewat belum ya?"
"Duh neng, maaf ibu nggak tahu. Coba tanya tukang ojek."
Haduh. Aku saja dari tadi jalan menunduk berusaha menghindari tatapan mereka.

Tiba-tiba ibu itu berteriak dalam bahasa sunda yang tidak kumengerti, bertanya kepada tukang ojek.
"Belum lewat. Jam tujuh biasanya."
Salah seorang dari mereka menjawab.

Hmm. Aku kepagian rupanya. Oke. Berarti aku masih bisa setoran hafalan via telfon dulu dengan musyrifahku, Ka Umi.

Kemudian aku sibuk dengan Qur'anku. Ibu-ibu yang tadi membantuku bertanya juga sudah pergi. Dan aku duduk sendiri di depan pangkalan ojek itu.

Kemudian beberapa dari mereka berdiri. Dengan rokok yang terus terkepul. Mereka berjalan bolak balik di depanku. Aku sudah bete berat dan berusaha fokus dengan hafalanku. Mereka juga tak mengacuhkan keberadaanku. Ya, Alhamdulillah tak satupun dari mereka mengajakku mengobrol.

Mobil-mobil keluar masuk jalan tempatku menunggu. Tukang-tukang ojek itu sibuk mengatur jalan supaya mobil bisa keluar masuk dengan mudah. Sesekali kuperhatikan mereka. Kebanyakan dari mobil-mobil itu berlalu dengan cueknya, sedikit di antara mereka memberi receh kepada tukang ojek tersebut. Namun para tukang ojek itu tetap mengatur setiap mobil yang lewat, meskipun lebih banyak yang tidak memberi uang. Tak ada tampang kesal sedikit pun meski mobil-mobil bagus itu berlalu dengan cueknya.

Kemudian seorang bapak agak tua tampak ingin menyebrang. Namun bias ketakutan terlihat jelas di mukanya. Melihat Mobil dan aneka truk yang berlalu dengan kencangnya. Salah seorang tukang ojek itu menggandeng bapak tua itu membantunya menyebrang. Seorang anak sekolah, juga ingin menyebrang. Tukang ojek itu membantunya. Seorang ibu-ibu juga ingin menyebrang. Tukang ojek yang lain juga membantunya.

Setiap bus yang lewat mereka bilang "depok bukan?" Membuatku tak harus beranjak dari tempat dudukku untuk bertanya.
Hey, aku bahkan tak menyapa mereka, dan mereka juga tak menyapaku. Aku juga tidak memakai jasa sewa mereka. Tapi mereka membantuku mencari bus yang tepat.

Tiba-tiba aku malu. Malu pada mereka. Malu pada diriku sendiri. Malu karena telah berprasangka buruk kepada mereka. Malu telah memandang sebelah mata kepada mereka. Malu pada ketulusan mereka membantu sesama tanpa basa basi.

Kulirik kanan kiri, berharap bertemu warung. Aha. Di belakang pangkalan tersebut. Aku lari. Aku membeli sedikit roti dan segera memberi mereka. Mereka agak kaget dengan tindakanku. Kemudian tertawa dan langsung memakan roti-roti itu, sambil berucap terima kasih.

Ah, harusnya akulah yang harus berterimakasih kepada mereka. Aku dapat pelajan baru hari ini.
Tetap tulus membantu ya bang, semoga semua yang kalian lakukan berkah, semoga diberi hidayah untuk mendekatkan diri padaNya.

Bus ke depok datang dan aku pulang.

Komentar

Postingan Populer