tentang pacaran

“Kak, doain aku yaa...” Nina namanya. Salah satu adik binaanku. Sifatnya yang polos dan terkadang lemot adalah ciri khasnya. Seringkali teman-temannya menyeru gemas menghadapi kepolosannya. Namun, Nina memiliki teman-teman yang begitu menyayanginya. Dan kurasa dia juga menyayangi mereka. Nina yang polos dan baik hati.

 “Iya sayang... Tentu aku doain, always..” balasku sambil tersenyum. 

“Doain aku kak,, supaya punya pacar. Aku sudah lima tahun jomblo nih, kaak..” penuh harap dia menatapku.

Aduuh. Aku terdiam. Sementara teman-temannya justru ribut mendengar ucapannya.

“Haah?? Lo udah lima tahun jomblo? Kasian amat. Kok tahan sih? Gue aja jomblo dua bulan nggak tahan!! Sediih amat sih.” komentar Caca, temannya yang paling ekspresif , dengan nada sedikit histeris.

Nina yang lembut sepertinya agak terganggu mendengar komentar Caca. Dengan muka ditekuk dia hanya menjawab lirih.

“Biarin...”

 Aku cuma bisa diam. Tak tahu harus berkata apa. Sejujurnya aku begitu ingin berkomentar. Namun, aku begitu takut untuk salah mengeluarkan kata. Kata-kata yang tidak akan menyakiti dua-duanya. Kata-kata yang bisa membuat mereka memahami satu hal. Namun, aku begitu takut jika mereka ternyata tak siap dengan hal yang kuajarkan.

Sayang,, aku begitu ingin memberi tahu kalian. Memberi tahu sesuatu yang sebenarnya aku yakin kalian sudah tahu. Namun aku sadar tak banyak yang paham. Bahwa ternyata ada hal yang selama ini kita biarkan salah. Walaupun kita tahu itu salah. Ada hal yang ternyata kita biasakan salah. Dan kuyakin kalian pernah mendengar kalau itu memang salah. Pacaran. Masih adakah yang belum tahu kalau pacaran adalah hal terlarang? Pacaran sebelum nikah tentunya.

“Boleh kan, kak.. orang kita nggak ngapa-ngapain..”
 “Dia baik banget kak, motivasi aku belajar, nilaiku jadi bagus karena dia..”
“Aku sayang banget kak, sama dia. Aku nggak tahan kalo harus jauhan. Apalagi kalo putus..”
“Tenang aja kak, aku serius sama dia. Orangtuaku udah kenal kok sama dia..”
“Aku bukan Islam yang fanatik, kak. Masa pacaran aja nggak boleh.”

Dan belasan alasan lain, puluhan, ratusan, ribuan, hingga mungkin jutaan. Ah, betapa aku ingin mengadu argumen mendengar semua alasan itu. Layaknya yang biasa kulakukan pada dosen di sesi kuliah jika aku keberatan, atau kepada teman-temanku setiap sesi diskusi.

“Boleh kan, kak.. orang kita nggak ngapa-ngapain..” Memangnya sejauh apa definisi ngapa-ngapain? Yang kuyakin akan begitu relatif dan berbeda jawaban dari setiap orang. Sayang, yang dilarang dari pacaran bukan hanya karena zina, bahkan mendekati zina juga terlarang. Dan zina datang dari setiap bagian tubuh kita. Akal pikiran, ucapan, kulit yang bersentuhan, hati, tangan, kaki, hingga perbuatan. Pikiran kita memikirkan dia. Ucapan genit manja yang terucap dari bibir kita, kulit yang bersentuhan, genggaman tangan, ah begitu banyak hal terlarang yang bahakan seringkali kita anggap sepele. Dan urusan boleh atau tidak, diatur sangat tegas olehNYA.

“Dia baik banget kak, motivasi aku belajar, nilaiku jadi bagus karena dia..”
“Aku sayang banget kak, sama dia. Aku nggak tahan kalo harus jauhan. Apalagi kalo putus..”
 Sayang, kalian tahu nggak ada Dzat yang jauuh lebih menyayangi kalian. Bahkan lebih dari orangtua kita. Dia Maha Penyayang. Jangankan yang kita minta, yang terkadang kita suka lupa meminta, tak pernah lupa Dia kasih. Dia yang dua puluh empat jam tak tidur mengawasi kita. Namun, Dia juga Maha Pencemburu. Dia cemburu melihat hambaNYA, mencintai lebih dariNYA, Dia marah melihat hambaNYA tak mengindahkan aturanNYA. Apalagi melakukan sesuatu bukan karenaNYA.

 “Aku bukan Islam yang fanatik, kak. Masa pacaran aja nggak boleh.”
Islam fanatik itu apa, sayang? Berusaha menjalankan perintahNYA dan menjauhi laranganNYa, apakah kita sebut islam fanatik? Dan sejauh apa kita mengenal agama kita hingga bisa mengkotak-kotakkan orang sehingga dengan mudahnya kita sebut islam fanatik. Apakah yang kemudian tak sepaham dengan kita, dengan mudahnya kita anggap fanatik? Mereka yang cuma berusaha menjalankan perinntahNYA dan menjauhi laranganNYA sesuai dengan alQur’an dan sunnah, dan bukan hal yang mudah, dengan mudahnya kita anggap fanatik?  Radikal? Sayang, Islam itu indah. Damai. Toleran. Namun tak hanya itu. Islam juga tegas dan punya aturan. Dan kita punya kewajiban menaati dan mempelajarinya jika kita masih mau menjadi muslim. Yuk kita buka mata hati kita, pasang telinga lebar-lebar, dan ikuti bisikan nurani.

“Pacaran? Emang masih zaman ya, dibahas??!”
Ah, pernyataan itu membuatku tersadar. Tersadar bahwa terkadang sesuatu yang selalu kita dengar kita lihat kita rasa,, bisa mengubah aturan benar salah yang jelas, telah menjadi persepsi yang saling berbeda. We know that relationship before married is forbidden for muslim. As a muslim, we must acceppt it. And don’t do that. And,, and,,

Sejujurnya membahas fenomena yang satu ini membuatku tak bisa berkutik. Jangankan mereka yang baru tersentuh mentoring, atau baru mengenal islam, atau bahkan tak mengenal agama sama sekali, yang dikenal alim, baik, ibadahnya bagus, penurut, begitu mencintaiNYA, seorang dai, kader dakwah,, bahkan tak jarang terjerembab dalam kubangan ini. Karena ini memang masalah hati. Tak semudah sekedar melarang atau dilarang. Sekedar mengingatkan atau diingatkan. Sekedar menasihati atau dinasihati. Lebih dari sekedar itu. Ini masalah hati, yang juga lewat hati harus diselesaikan.

Komentar

Postingan Populer