Adikku Sayang

Adikku sayang,,

 Saat kau membaca surat ini, tak terasa sudah 12 tahun lamanya usiamu. Usia dimana waktunya kamu bermetamorfosis dari anak-anak menjadi remaja.  Berumur duabelas tahun, bukanlah hal yang mudah. Saat kamu di pertengahan. Belum dewasa, ataupun tidak bisa juga disebut anak-anak.

 Mungkin masamu kali ini kamu rasakan sangat berbeda dan bermasalah. Punya orangtua yang terus bertengkar bukanlah hal yang menyenangkan. Punya teman yang senantiasa mengajak ribut bukanlah hal yang asyik. Ataupun punya keinginan namun tak mampu membeli pun hal yang menyebalkan.

Terkadang, aku yakin kamu seringkali merasa bingung. Ataupun iri terhadap teman-temanmu. Ingin ikut-ikutan, ataupun merasa dunia tak adil. Aku pun dulu begitu.

Berteman dengan mayoritas orang-orang kaya, acapkali membuatku minder. Aku juga pernah dicela, disakiti, maupun dimusuhi. Aku pernah merasa kesal karena satu hal dan lain hal. Aku juga pernah merasa seolah seluruh dunia memusuhiku. Aku pernah merasa marah dengan keadaan. Aku sering bertanya mengapa Allah tak adil? Mengapa aku harus miskin, sedangkan teman-temanku kaya? Mengapa teman-temanku sering mengejek rupaku dan fisikku? Mengapa aku selalu dimusuhi dan tak punya teman? Mengapa ummi jarang membelaku dan hanya terus menerus membela adik? Mengapa aku harus disuruh ini itu? Mengapa aku harus dilarang ini itu?

Namun, kemudian aku sadar. Allah bukannya nggak sayang sama aku. Tapi, Dia justru sangat sayang pada aku. Diberinya aku cobaan dan masalah, agar menempaku menjadi anak yang tegar. Bukan anak yang manja. Yang membuatku kuat dan bertahan. Yang membuatku berbeda dengan teman-teman lainnya. Lagipula, aku juga menyadari bahwa aku sangat beruntung. Bagaimana bisa aku malas makan hanya karena tidak enak, sementara di belahan bumi lain seorang anak kecil hanya minum pun harus dengan air seni sapi karena tak ada lagi yang bisa diminum? Bagaimana bisa aku malas sekolah hanya karena malu diantar dengan sepeda, sementara di belahan bumi lain seorang anak harus berjalan puluhan kilometer dan harus menyusuri sungai untuk pergi ke sekolahnya? Bagaimana bisa aku merasa tak puas dengan orangtuaku, hanya karena mereka sesekali bertengkar, padahal di tempat lain, tak terhingga anak-anak yang diperkosa ayah kandungnya dan disiksa ibu kandungnya?

 Adikku sayang, , belajar menjadi dewasa itu tak mudah. Kau harus berani jatuh, bangun, jatuh, dan bangun lagi. Terkadang bingung dengan pilihan yang harus kita ambil, terkadang menyesal dengan pilihan yang telah kita ambil. Tapi, percayalah pada kata hatimu. Janganlah takut mencoba dan takut gagal. Kejarlah mimpi-mimpimu. Berbuatlah kebaikan sebisamu. Janganlah takut jatuh, karena akan ada kakakmu yang akan menopangmu saat terjatuh, yang akan mendorongmu meraih mimpimu, dan akan mengingatkanmu saat khilaf. Aku yakin, kamu pasti bisa.

 I love you, my sister

Komentar

Postingan Populer